Kisah dan Bukti Kecintaan Para Sahabat Kepada Rasulullah SAW
22/01/16
Tambah Komentar
Musli Fiqih - Sebagai umat islam kita wajib mencintai Nabi Muhammad SAW dengan sepenuh hati. bahkan tidak dikatakan sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai Rasulullah SAW melebihi apapun di dunia ini termauk harta, istri, anak, dan kedua orang tua kita sekalipun. jasa dan kebaikan Rasulullah tak mungkin pernah bisa kita balas dengan apapun. kasih sayangnya kepada kita umatnya jelas jauh melebihi kasih sayang kedua orang tua kita sekalipun. kita masuk surga kelak insyaallah juga melalui perantara Nabi Muhammad SAW. bagaimana kita akan membalas jasa jasanya. kenapa hanya dengan mencintai dan merindukannya susah bagi kita?
Ambillah contoh dari para sahabat Nabi, cinta dan mahhabbah kepada Nabi ini benar benar dijalankan oleh para sahabat yang tinggal di zaman Nabi Muhammad SAW dan sesudahnya. mereka mempraktekkan kecintaan yang tulus dan sesungguhnya hingga nyawa, harta dan keluarga pun menjadi taruhannya. ituah bukti dan sebaik baik cinta yang sebenarnya. merek tidak rela Nabi disakiti sedikitpun oleh musuh musuh islam.
baca juga : profil biografi Habib Umar bin Hafidz
baca juga : profil biografi Habib Umar bin Hafidz
Sebuah kecintaan yang wajar dan memang wajib bagi kita kaum muslimin. amal dan ibadah kita tidak mampu membuat kita selamat di akhirat kelak, syafaat dan pertolongan Nabi Muhammad SAW lah yang akan menyelamatkan kita dari siksa api neraka. maka dari itu muslim fiqih akan membagikan sedikit kisah dan cerita tentang bagaimana bukti kecintaan para sahabat Nabi kepada Rasulullah SAW. berikut kisahnya berdasarkan hadist - hadits / riwayat yang ada . . .
Kisah dan Bukti Kecintaan Para Sahabat Kepada Rasulullah SAW :
Seorang shahabiyah (sahabat wanita) mulia, yang bapaknya, saudaranya dan suaminya terbunuh di Perang Uhud tatkala dikabari berita duka tersebut justru ia malah bertanya bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu dikatakan kepadanya, “Beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) baik-baik saja seperti yang engkau harapkan.” Dia menjawab, “Biarkan aku melihatnya.” Tatkala ia melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dia mengatakan, “Sungguh semua musibah terasa ringan wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali bila hal itu menimpamu.” (Sirah Nabawiyyah Libni Hisyam, 2:99).
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin, ia berkata: Aku pernah berkata kepada Ubaidah bin Al-Jarrah, “Aku memiliki sebagian dari rambut Nabi saw. Kami menerimanya dari Anas bin Malik atau dari keluarga Anas.” Maka Ubaidah berkata, “Sungguh, satu lembar rambut Nabi saw. yang ada padaku lebih aku cintai daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari).
Kisah kecintaan sahabat kepada Rasulullah saw. banyak diungkapkan dalam sejarah. Salah satunya ditunjukan oleh Umar bin Khatthab. ”Ya Rasulullah, aku mencintaimu lebih dari segalanya, kecuali jiwaku,” kata Umar. Mendengar itu, Rasulullah saw. menjawab, ”Tak seorang pun di antara kalian beriman, sampai aku lebih mereka cintai daripada jiwamu.”
”Demi Dzat yang menurunkan kitab suci Al-Quran kepadamu, aku mencintaimu melebihi kecintaanku kepada jiwaku sendiri,” sahut Umar spontan. Maka Rasulullah saw. pun menukas, ”Wahai Umar, kini kamu telah mendapatkan iman itu” (HR. Bukhari).
Seorang sahabat mulia yang keluarganya adalah Quraisy, ia ditangkap oleh Quraisy untuk dibunuh, maka berkata Abu Sufyan berkata kepadanya, “Wahai Zaid, semoga Allah menguatkanmu, apakah engkau senang bila Muhammad menggantikan posisimu sekarang untuk dipenggal kepalanya sedang engkau duduk manis bersama keluargamu..?!! Maka spontan Zaid menjawab, “Demi Allah, sungguh tidakkah aku senang bila Muhammad sekarang tertusuk duri di tempatnya, sedang aku bersenang-senang bersama keluargaku.” Abu Sufyan pun mengatakan, “Saya tidak melihat seorang pun yang kecintaannya melebihi kecintaan sahabat-sahabat Muhammad kepada Muhammad.” (Sirah Nabawiyyah Libni Hisyam, 3:160).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra., ia berkata: Suatu hari telah datang Hindun binti Utbah, ia berkata, “Wahai Rasulullah! Seluruh penghuni rumah yang ada di muka bumi, lebih aku sukai mereka terhina dari pada penghuni rumahmu. Dan tidak ada penghuni suatu rumah di muka bumi di pagi hari yang lebih aku cintai agar mereka menjadi mulia dari pada penghuni rumahmu… (Mutafaq ‘alaih)
Betapa cinta sahabat kepada Rasulullah saw., tergambar ketika Rasulullah saw. bersama Abu Bakar ash-Shiddiq beristirahat di Gua Tsur dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi. Kala itu Rasulullah saw. tertidur berbantalkan paha Abu Bakar. Tiba-tiba Abu Bakar merasa kesakitan karena kakinya digigit kalajengking. Tapi, dia berusaha sekuat tenaga menahan sakit, hingga mencucurkan air mata, jangan sampai pahanya bergerak, khawatir Rasulullah saw. terbangun.
Abu Thalhah radhiallahu’anhu pada waktu Perang Uhud, beliau membabi buta melemparkan panah-panah ke arah musuh hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ada sedikit rasa iba kepada musuh. Maka Abu Thalhah radhiallahu’anhu, “Demi bapak dan ibuku yang jadi tebusanmu, wahai Rasulullah, jangan engkau merasa iba dengan mereka, karena panah-panah mereka telah melukai dan menusukmu, sesungguhnya leherku jadi tameng lehermu.” (HR. Bukhari, no.3600 dan Muslim, no.1811).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Tsumamah bin Tsaal berkata: Ya Muhammad, demi Allah, dulu tidak ada di muka bumi ini satu wajah pun yang paling aku benci daripada wajahmu. Tapi, akhirnya wajahmu menjadi wajah yang paling aku cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu agama pun yang paling aku benci daripada agamamu, tapi sekarang agamamu menjadi agama yang paling aku cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu negeri pun yang paling aku benci daripada negerimu, tapi sekarang negerimu menjadi negeri yang paling aku cintai. (Mutafaq ‘alaih).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a bahwa Saad pernah berkata: Ya Allah, sungguh engkau mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang lebih aku sukai untuk diperangi karenamu daripada suatu kaum yang mendustakan Rasul-Mu dan mengusirnya. (Mutafaq 'Alaih).
Anas bin Malik berkata: Sesunguhnya Rasulullah saw. pada saat perang Uhud telah terpojok sendirian bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy (Muhajirin). Ketika musuh (kaum Musyrik) telah merangsek mendekati beliau, beliau bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk surga atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang laki-laki dari kaum Anshar lalu memerangi musuh hingga terbunuh. Kemudian musuh kembali merangsek mendekat. Beliau bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk surga atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang laki-laki dari kaum Anshar, lalu memerangi musuh hingga ia terbunuh. Hal seperti itu terjadi berulang-ulang hingga terbunuhlah tujuh orang Anshar. Rasulullah bersabda kepada dua sahabatnya (dari Muhajirin), “Kita tidak sebanding dengan para sahabat kita itu.”(HR. Muslim)
Kisah kecintaan Abu Bakr Ash Shiddiq r.a. Pada saat pertama kali beliau dan Rasulullah s.a.w pergi ke Ka'bah untuk menyatakan keIslamannya dihadapan kafir-kafir Quraisy, Rasulullah s.a.w menyarankan jangan, tetapi karena kecintaan beliau kepada Agama Allah SWT dan Rasulul-Nya. Beliau langsung saja mengucapkan kalimah tauhid dihadapan pemuka-pemuka kaum kafir Quraisy, pada saat itulah belau dan Rasulullah s.a.w diserang oleh orang Quraisy dan Abu bakr r.a melindungi tubuh Rasulullah s.a.w dengan tubuhnya. Abu Bakr r.a ditendang, dipukul dengan terompah (sepatu/kasut) sehingga berdarah tubuh beliau sedemikian parahnya sehingga beliau tidak sadarkan diri 1 hari lamanya, dalam keadaan yang demikian, Bani Teen, orang dari suku beliau membawa beliau pulang, sedang Rasulullah s.a.w telah Allah SWT selamatkan dengan Qudrah-Nya.Setelah lama tak sadarkan diri Abu Bakr r.a. membuka mata dan kata-kata yang pertama keluar dari mulut beliau ialah:"Bagaimana keadaan Rasulullah s.a.w ?" Kata-kata ini berulang-ulang terucap dari mulut beliau dan berkata:"Demi Allah, saya tidak akan makan sesuatu apapun sehingga saya melihat wajah Rasulullah s.a.w."
Dari Abdullah bin Abu Bakar ra., '.Sesungguhnya Sa'ad bin Muadz r.a berkata kepada Nabi SAW. "Ya Rasulullah. mahukah engkau kami buatkan sebuah benteng dan kami siapkan di sisimu sebuah kenderaan. Kemudian kami maju berhadapan dengan musuh, jika kami diberi kemenangan oleh ALLAH maka itulah yang kami harapkan. tapi jika terjadi sebaliknya, maka engkau dapat segera pergi dengan kenderaan ini. Menemui pasukan kita yang masih ada di belakang kita. Sebab di belakang kami tertinggal sejumlah kaum yang sangat mencintaimu. Sungguh andaikata mereka tahu bahwa engkau akan berperang pasti mereka akan ikut semuanya. Akan tetapi di sebabkan mereka tidak tahu bahwa engkau akan menemui pasukan musuh seperti ini. Maka tidaklah hairan jika sebahagian orang tidak ikut bersama engkau." Maka Rasullah SAW menyatakan terimakasihnya dan mendoakan kebaikan baginya, kemudian mereka membangunkan sebuah benteng bagi Nabi.
(Ibnu Ishaq, Al-Bidayah 3/268)
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a: Maka Abu Bakar berkata, “Demi Allah, sungguh aku lebih cinta bersilaturrahmi kepada kerabat Rasulullah saw. daripada kepada kerabatku.” (HR. Bukhari).
Alibi Abi Thalib, Beliau pernah ditanya tentang cintanya kepada Rasulullah s.a.w. beliau menjawab: "Demi Allah, kami menganggap Rasulullah s.a.w, lebih berharga dari anak-anak kami dan ibu-ibu kami. Untuk berada disamping baginda adalah lebih berharga kepada kami daripada meminum air sejuk ketika terasa terlalu dahaga."
Ali bin Abi Thalib pulalah yang mengantikan tempat tidur Rasulullah s.a.w pada saat rumah Rasulullah s.a.w dikepung oleh pemuda-pemuda dan tukang bunuh dari berbagai kabilah di Quraisy dengan senjata terhunus, demi menyelamatkan Rasulullah s.a.w beliau tidur mengantikan tenpat tidur nabi dan beliau Rasulullah s.a.w tugaskan untuk memulangkan barang amanah yang pernah dititipkan oleh kaum Quraisy kepada Rasulullah s.a.w.
Kisah kecintaan Tsauban, Sahabat Nabi Muhammad SAW ini tinggal di Madinah sepanjang hidup Rasul SAW. Namun suatu saat dari hari ke hari tubuhnya semakin kurus dan ringkih. Ketika ditanya oleh sahabat-sahabat yang lain, beliau tidak mau menjawab. Namun saat ditanya sendiri oleh Nabi, Tsauban menjawab,
“Wahai Rasul, saya ini sebenarnya orang yang kuat. Saya dapat menahan lapar dan haus saya saat sedang tidak ada makanan atau minuman. Saya juga tahan pergi perang dan tidak bertemu berbulan-bulan dengan keluarga saya. Tapi ada satu hal yang saya tidak tahan, yaitu apabila datang kerinduan kepadamu di siang hari, tak mampu aku tunggu malam untuk berjumpa denganmu. Apabila datang kerinduan padamu di malam hari, tak mampu ku tunggu pagi untuk berjumpa denganmu. Sepanjang waktu itu aku berada dalam keadaan gelisah, susah, tidak enak makan dan tidur sampai aku dapat berjumpa denganmu, ya Rasulullah.
Masalahnya, saat di dunia, engkau begitu mudah ditemui. Yang saya pikirkan nanti di hari akhirat. Engkau adalah Rasulullah, sementara aku hanyalah Tsauban. Engkau pasti akan ditempatkan bersama para Nabi di surganya yang paling tinggi. Sementara aku, andai pun Allah mengampuni dosa-dosaku dan berada di surga, pasti surgaku berada di bawah surgamu, ya Rasulullah. Dan apalah artinya surga jika aku tidak dapat berjumpa denganmu ya, Rasulullah. Inilah yang membuat saya terus kepikiran dan membuatku semakin kurus dan pucat wajahku.”
Nabi terdiam lalu Allah memberikan berita gembira kepada “Tsauban-Tsauban berikutnya hingga sekarang”, sebuah wahyu lewat malaikat Jibril. Nabi segera tersenyum dan berkata, “Wahai Tsauban, dengarkanlah, Allah telah mengirimkan untukmu satu ayat yang merupakan jaminan bagimu. Satu ayat yang merupakan kabar gembira untukmu dan orang-orang yang mengikuti jalanmu: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS 4: 69)
Simaklah Cerita Sayyidina Abu Bakar kepada sahabat-sahabatnya dari para ulama:
“Di tengah perjalanan hijrah bersama Nabi Muhammad SAW, saat itu sedang musim panas yang sangat luar biasa. Di siang yang terik sekali, kami mencari naungan untuk beristirahat sampai matahari agak condong ke arah barat. Setelah menemukan naungan, saya membersihkan tempatnya lalu saya gelar selimut kain untuk alas tidur kemudian saya mempersilakan beliau untuk beristirahat.
Ketika aku lihat Nabi Muhammad sudah memejamkan mata, aku melihat keadaan sekitar dan melihat pengembala dengan kawanan kambingnya. Saya menuju orang tersebut dan bertanya kambing itu milik siapa. Pengembala itu menyebutkan nama seseorang yang sangat saya kenal dan memiliki hubungan baik dengan mereka di Kota Makkah. Kemudian saya meminta pengembala tersebut untuk memerahkan semangkuk susu. Begitu dapat, saya berusaha untuk mendinginkannya. Saya kemudian mengalirkan air di bawah mangkuk tersebut agar susunya menjadi dingin. Setelah itu saya menuju ke tempat Nabi SAW, saya tunggu hingga beliau bangun. Begitu Nabi bangun, saya sodorkan susu tersebut dan menceritakan dari mana susu tersebut berasal. Nabi kemudian mengambilnya dan meminumnya, sampai habis susu tersebut dan hilanglah dahagaku.”
Ajaib kah? Pertama, Sayyidina Abu Bakar mempersilakan Rasul untuk beristirahat sementara beliau berjaga. Padahal yang bepergian mereka berdua, seharusnya yang kelelahan juga pasti mereka berdua. Di kejadian selanjutnya, beliau bahkan tidak mencecap susu satu tetes pun, namun beliau mengatakan hanya dengan melihat Nabi meminumnya, maka dahaga beliau ikut hilang dan seakan-akan ikut merasakan kesegarannya. Karena bagi dia, keselamatan Nabi, kenyamanan Nabi, lebih daripada kenyamanannya sendiri. Ini jalan cinta, yang diambil oleh para sahabat-sahabat Nabi SAW.
Seorang shahabiyah (sahabat wanita) mulia, yang bapaknya, saudaranya dan suaminya terbunuh di Perang Uhud tatkala dikabari berita duka tersebut justru ia malah bertanya bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu dikatakan kepadanya, “Beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) baik-baik saja seperti yang engkau harapkan.” Dia menjawab, “Biarkan aku melihatnya.” Tatkala ia melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dia mengatakan, “Sungguh semua musibah terasa ringan wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali bila hal itu menimpamu.” (Sirah Nabawiyyah Libni Hisyam, 2:99).
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin, ia berkata: Aku pernah berkata kepada Ubaidah bin Al-Jarrah, “Aku memiliki sebagian dari rambut Nabi saw. Kami menerimanya dari Anas bin Malik atau dari keluarga Anas.” Maka Ubaidah berkata, “Sungguh, satu lembar rambut Nabi saw. yang ada padaku lebih aku cintai daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari).
Kisah kecintaan sahabat kepada Rasulullah saw. banyak diungkapkan dalam sejarah. Salah satunya ditunjukan oleh Umar bin Khatthab. ”Ya Rasulullah, aku mencintaimu lebih dari segalanya, kecuali jiwaku,” kata Umar. Mendengar itu, Rasulullah saw. menjawab, ”Tak seorang pun di antara kalian beriman, sampai aku lebih mereka cintai daripada jiwamu.”
”Demi Dzat yang menurunkan kitab suci Al-Quran kepadamu, aku mencintaimu melebihi kecintaanku kepada jiwaku sendiri,” sahut Umar spontan. Maka Rasulullah saw. pun menukas, ”Wahai Umar, kini kamu telah mendapatkan iman itu” (HR. Bukhari).
Seorang sahabat mulia yang keluarganya adalah Quraisy, ia ditangkap oleh Quraisy untuk dibunuh, maka berkata Abu Sufyan berkata kepadanya, “Wahai Zaid, semoga Allah menguatkanmu, apakah engkau senang bila Muhammad menggantikan posisimu sekarang untuk dipenggal kepalanya sedang engkau duduk manis bersama keluargamu..?!! Maka spontan Zaid menjawab, “Demi Allah, sungguh tidakkah aku senang bila Muhammad sekarang tertusuk duri di tempatnya, sedang aku bersenang-senang bersama keluargaku.” Abu Sufyan pun mengatakan, “Saya tidak melihat seorang pun yang kecintaannya melebihi kecintaan sahabat-sahabat Muhammad kepada Muhammad.” (Sirah Nabawiyyah Libni Hisyam, 3:160).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra., ia berkata: Suatu hari telah datang Hindun binti Utbah, ia berkata, “Wahai Rasulullah! Seluruh penghuni rumah yang ada di muka bumi, lebih aku sukai mereka terhina dari pada penghuni rumahmu. Dan tidak ada penghuni suatu rumah di muka bumi di pagi hari yang lebih aku cintai agar mereka menjadi mulia dari pada penghuni rumahmu… (Mutafaq ‘alaih)
Betapa cinta sahabat kepada Rasulullah saw., tergambar ketika Rasulullah saw. bersama Abu Bakar ash-Shiddiq beristirahat di Gua Tsur dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi. Kala itu Rasulullah saw. tertidur berbantalkan paha Abu Bakar. Tiba-tiba Abu Bakar merasa kesakitan karena kakinya digigit kalajengking. Tapi, dia berusaha sekuat tenaga menahan sakit, hingga mencucurkan air mata, jangan sampai pahanya bergerak, khawatir Rasulullah saw. terbangun.
Abu Thalhah radhiallahu’anhu pada waktu Perang Uhud, beliau membabi buta melemparkan panah-panah ke arah musuh hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ada sedikit rasa iba kepada musuh. Maka Abu Thalhah radhiallahu’anhu, “Demi bapak dan ibuku yang jadi tebusanmu, wahai Rasulullah, jangan engkau merasa iba dengan mereka, karena panah-panah mereka telah melukai dan menusukmu, sesungguhnya leherku jadi tameng lehermu.” (HR. Bukhari, no.3600 dan Muslim, no.1811).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Tsumamah bin Tsaal berkata: Ya Muhammad, demi Allah, dulu tidak ada di muka bumi ini satu wajah pun yang paling aku benci daripada wajahmu. Tapi, akhirnya wajahmu menjadi wajah yang paling aku cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu agama pun yang paling aku benci daripada agamamu, tapi sekarang agamamu menjadi agama yang paling aku cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu negeri pun yang paling aku benci daripada negerimu, tapi sekarang negerimu menjadi negeri yang paling aku cintai. (Mutafaq ‘alaih).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a bahwa Saad pernah berkata: Ya Allah, sungguh engkau mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang lebih aku sukai untuk diperangi karenamu daripada suatu kaum yang mendustakan Rasul-Mu dan mengusirnya. (Mutafaq 'Alaih).
Anas bin Malik berkata: Sesunguhnya Rasulullah saw. pada saat perang Uhud telah terpojok sendirian bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy (Muhajirin). Ketika musuh (kaum Musyrik) telah merangsek mendekati beliau, beliau bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk surga atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang laki-laki dari kaum Anshar lalu memerangi musuh hingga terbunuh. Kemudian musuh kembali merangsek mendekat. Beliau bersabda, “Siapa yang bisa menolak mereka dari kita, maka ia akan masuk surga atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang laki-laki dari kaum Anshar, lalu memerangi musuh hingga ia terbunuh. Hal seperti itu terjadi berulang-ulang hingga terbunuhlah tujuh orang Anshar. Rasulullah bersabda kepada dua sahabatnya (dari Muhajirin), “Kita tidak sebanding dengan para sahabat kita itu.”(HR. Muslim)
Kisah kecintaan Abu Bakr Ash Shiddiq r.a. Pada saat pertama kali beliau dan Rasulullah s.a.w pergi ke Ka'bah untuk menyatakan keIslamannya dihadapan kafir-kafir Quraisy, Rasulullah s.a.w menyarankan jangan, tetapi karena kecintaan beliau kepada Agama Allah SWT dan Rasulul-Nya. Beliau langsung saja mengucapkan kalimah tauhid dihadapan pemuka-pemuka kaum kafir Quraisy, pada saat itulah belau dan Rasulullah s.a.w diserang oleh orang Quraisy dan Abu bakr r.a melindungi tubuh Rasulullah s.a.w dengan tubuhnya. Abu Bakr r.a ditendang, dipukul dengan terompah (sepatu/kasut) sehingga berdarah tubuh beliau sedemikian parahnya sehingga beliau tidak sadarkan diri 1 hari lamanya, dalam keadaan yang demikian, Bani Teen, orang dari suku beliau membawa beliau pulang, sedang Rasulullah s.a.w telah Allah SWT selamatkan dengan Qudrah-Nya.Setelah lama tak sadarkan diri Abu Bakr r.a. membuka mata dan kata-kata yang pertama keluar dari mulut beliau ialah:"Bagaimana keadaan Rasulullah s.a.w ?" Kata-kata ini berulang-ulang terucap dari mulut beliau dan berkata:"Demi Allah, saya tidak akan makan sesuatu apapun sehingga saya melihat wajah Rasulullah s.a.w."
Dari Abdullah bin Abu Bakar ra., '.Sesungguhnya Sa'ad bin Muadz r.a berkata kepada Nabi SAW. "Ya Rasulullah. mahukah engkau kami buatkan sebuah benteng dan kami siapkan di sisimu sebuah kenderaan. Kemudian kami maju berhadapan dengan musuh, jika kami diberi kemenangan oleh ALLAH maka itulah yang kami harapkan. tapi jika terjadi sebaliknya, maka engkau dapat segera pergi dengan kenderaan ini. Menemui pasukan kita yang masih ada di belakang kita. Sebab di belakang kami tertinggal sejumlah kaum yang sangat mencintaimu. Sungguh andaikata mereka tahu bahwa engkau akan berperang pasti mereka akan ikut semuanya. Akan tetapi di sebabkan mereka tidak tahu bahwa engkau akan menemui pasukan musuh seperti ini. Maka tidaklah hairan jika sebahagian orang tidak ikut bersama engkau." Maka Rasullah SAW menyatakan terimakasihnya dan mendoakan kebaikan baginya, kemudian mereka membangunkan sebuah benteng bagi Nabi.
(Ibnu Ishaq, Al-Bidayah 3/268)
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a: Maka Abu Bakar berkata, “Demi Allah, sungguh aku lebih cinta bersilaturrahmi kepada kerabat Rasulullah saw. daripada kepada kerabatku.” (HR. Bukhari).
Alibi Abi Thalib, Beliau pernah ditanya tentang cintanya kepada Rasulullah s.a.w. beliau menjawab: "Demi Allah, kami menganggap Rasulullah s.a.w, lebih berharga dari anak-anak kami dan ibu-ibu kami. Untuk berada disamping baginda adalah lebih berharga kepada kami daripada meminum air sejuk ketika terasa terlalu dahaga."
Ali bin Abi Thalib pulalah yang mengantikan tempat tidur Rasulullah s.a.w pada saat rumah Rasulullah s.a.w dikepung oleh pemuda-pemuda dan tukang bunuh dari berbagai kabilah di Quraisy dengan senjata terhunus, demi menyelamatkan Rasulullah s.a.w beliau tidur mengantikan tenpat tidur nabi dan beliau Rasulullah s.a.w tugaskan untuk memulangkan barang amanah yang pernah dititipkan oleh kaum Quraisy kepada Rasulullah s.a.w.
Kisah kecintaan Tsauban, Sahabat Nabi Muhammad SAW ini tinggal di Madinah sepanjang hidup Rasul SAW. Namun suatu saat dari hari ke hari tubuhnya semakin kurus dan ringkih. Ketika ditanya oleh sahabat-sahabat yang lain, beliau tidak mau menjawab. Namun saat ditanya sendiri oleh Nabi, Tsauban menjawab,
“Wahai Rasul, saya ini sebenarnya orang yang kuat. Saya dapat menahan lapar dan haus saya saat sedang tidak ada makanan atau minuman. Saya juga tahan pergi perang dan tidak bertemu berbulan-bulan dengan keluarga saya. Tapi ada satu hal yang saya tidak tahan, yaitu apabila datang kerinduan kepadamu di siang hari, tak mampu aku tunggu malam untuk berjumpa denganmu. Apabila datang kerinduan padamu di malam hari, tak mampu ku tunggu pagi untuk berjumpa denganmu. Sepanjang waktu itu aku berada dalam keadaan gelisah, susah, tidak enak makan dan tidur sampai aku dapat berjumpa denganmu, ya Rasulullah.
Masalahnya, saat di dunia, engkau begitu mudah ditemui. Yang saya pikirkan nanti di hari akhirat. Engkau adalah Rasulullah, sementara aku hanyalah Tsauban. Engkau pasti akan ditempatkan bersama para Nabi di surganya yang paling tinggi. Sementara aku, andai pun Allah mengampuni dosa-dosaku dan berada di surga, pasti surgaku berada di bawah surgamu, ya Rasulullah. Dan apalah artinya surga jika aku tidak dapat berjumpa denganmu ya, Rasulullah. Inilah yang membuat saya terus kepikiran dan membuatku semakin kurus dan pucat wajahku.”
Nabi terdiam lalu Allah memberikan berita gembira kepada “Tsauban-Tsauban berikutnya hingga sekarang”, sebuah wahyu lewat malaikat Jibril. Nabi segera tersenyum dan berkata, “Wahai Tsauban, dengarkanlah, Allah telah mengirimkan untukmu satu ayat yang merupakan jaminan bagimu. Satu ayat yang merupakan kabar gembira untukmu dan orang-orang yang mengikuti jalanmu: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS 4: 69)
Simaklah Cerita Sayyidina Abu Bakar kepada sahabat-sahabatnya dari para ulama:
“Di tengah perjalanan hijrah bersama Nabi Muhammad SAW, saat itu sedang musim panas yang sangat luar biasa. Di siang yang terik sekali, kami mencari naungan untuk beristirahat sampai matahari agak condong ke arah barat. Setelah menemukan naungan, saya membersihkan tempatnya lalu saya gelar selimut kain untuk alas tidur kemudian saya mempersilakan beliau untuk beristirahat.
Ketika aku lihat Nabi Muhammad sudah memejamkan mata, aku melihat keadaan sekitar dan melihat pengembala dengan kawanan kambingnya. Saya menuju orang tersebut dan bertanya kambing itu milik siapa. Pengembala itu menyebutkan nama seseorang yang sangat saya kenal dan memiliki hubungan baik dengan mereka di Kota Makkah. Kemudian saya meminta pengembala tersebut untuk memerahkan semangkuk susu. Begitu dapat, saya berusaha untuk mendinginkannya. Saya kemudian mengalirkan air di bawah mangkuk tersebut agar susunya menjadi dingin. Setelah itu saya menuju ke tempat Nabi SAW, saya tunggu hingga beliau bangun. Begitu Nabi bangun, saya sodorkan susu tersebut dan menceritakan dari mana susu tersebut berasal. Nabi kemudian mengambilnya dan meminumnya, sampai habis susu tersebut dan hilanglah dahagaku.”
Ajaib kah? Pertama, Sayyidina Abu Bakar mempersilakan Rasul untuk beristirahat sementara beliau berjaga. Padahal yang bepergian mereka berdua, seharusnya yang kelelahan juga pasti mereka berdua. Di kejadian selanjutnya, beliau bahkan tidak mencecap susu satu tetes pun, namun beliau mengatakan hanya dengan melihat Nabi meminumnya, maka dahaga beliau ikut hilang dan seakan-akan ikut merasakan kesegarannya. Karena bagi dia, keselamatan Nabi, kenyamanan Nabi, lebih daripada kenyamanannya sendiri. Ini jalan cinta, yang diambil oleh para sahabat-sahabat Nabi SAW.
Bagaimana? luar biasa bukan kecintaan mereka kepada Rasululah SAW, adapaun kita ummatnya yang berharap bayak pada beliau. apa yang sudah kita perbuat? sudahkan kita mencintainya? sudahkan kita mengikuti ajaran dan sunnahnya?. melihat cinta sahabat kepada beliau yang luar biasa saja sudah membuat kita terheran heran. bagaiman dengan cinta Nabi Muhammad SAW kepada sahabat dan kita umatnya? kita tak akan mampu mengitungnya. renungkanlah. allahumma sholli alaa Muhammad.
Belum ada Komentar untuk "Kisah dan Bukti Kecintaan Para Sahabat Kepada Rasulullah SAW"
Posting Komentar